Batu giok atau jade termasuk juga salah satu type bebatuan yang
mempunyai harga selangit. Sebutir batu giok yang telah diasah dapat
dibanderol mulai Rp 300 ribu sampai Rp 2 juta rupiah. Harga yang
fantastis untuk sebutir ‘batu’. Keberadaannya selalu diburu oleh
beberapa kolektor, apa yang bikin batu-batu itu jadi mahal?
Dalam suatu pameran batu akik di Banda Aceh, Ketua Paduan Penggemar
Batu Alam Aceh Nasrul Sufi menuturkan bahwa yang bikin batu-batu itu
mempunyai harga bermacam bergantung dari kwalitas, bentuk, warna serta
asal muasal batu.
Yakut merah umpamanya, ini adalah batu alam
yang sangatlah langka terutama di Aceh. Sekilas tidak ada lain pada
yakut merah dengan batu akik yang lain. Namun sesudah di perhatikan
dengan alat spesial, barulah terlihat keistimewaannya. Didalam batu
yakut ada air serta bakal bergoyang-goyang saat digerakkan.
Seluruhnya
yakut mempunyai air di dalamnya serta warna merah yang membuat batu itu
datang dari mineral serta zat kimiawi yang diserap batu alam didalam
tanah dalam rentang saat yang cukup lama. Terbayang berapakah lama mesti
menunggu sistem terbentuknya batu yakut?
Batu yang lain yang
tidak kalah menarik yaitu Kecubung terong yang mempunyai warna khas
ungu. Batu type ini kerap juga dikatakan sebagai ‘batu kecubung
pengasih’, tidak lain lantaran asumsi orang yang menggunakan batu itu
mempunyai daya tarik sendiri. Tetapi ini cuma jadi aspek sugesti saja.
Batu-batu
type spesifik memanglah mempunyai nilai-nilai istimewa yang punya
pengaruh pada penggunanya. Namun menurut pengrajin batu akik di Pasar
Aceh, Nasrul, hal semacam itu tidak bisa terlampau dipercaya terkecuali
untuk keindahan serta nilai seni semata.
Batu kecubung terong
termasuk juga type bebatuan yang susah didapat lantaran ada didalam
goa-goa. Seseorang pengambil batu mesti mempunyai pengetahuan kebatinan
yang tinggi. Ini utama membuat perlindungan diri dari serangan binatang
buas seperti ular, harimau atau babi rimba.
“Selain itu juga ada hantu-hantu gunung serta jin, ” lebih Saiful.
Diluar
itu mereka juga mesti mempunyai fisik yang kuat serta tangguh. Tidak
heran, cuma untuk beli sekilo kecubung terong Saiful mesti keluarkan
duit hingga tiga ratus ribu rupiah. Sesaat untuk giok dapat hingga dua
juta rupiah.
Batu-batu itu lalu di proses jadi batu cincin.
Sekilogram giok dapat membuahkan seputar 20 butir batu cincin memiliki
ukuran tengah serta di jual mulai harga Rp 150 ribu perbutirnya.
Sumber : http://tersangatunik.blogspot.com/2015/02/ini-alasan-harga-batu-akik-mahal.html
Selasa, 24 Februari 2015
Langkah Gontai PDIP
Kabar kepindahan ratusan kader PDIP ke Partai Perindo (lihat)
hanyalah salah satu tanda partai pemenang Pemilu 2014 itu mulai
limbung. Jika kondisi seperti ini terus dibiarkan, sangat mungkin
Moncong Putih akan benar-benar ditinggalkan pada 2019 nanti.
Selain Golkar dan PPP, PDIP (dulu tanpa “P”) adalah
partai lama dengan segudang pengalaman. Sang Ketum Megawati sendiri
merupakan tokoh lintas zaman; sejak Orde Baru, Mega sudah mewarnai
politik di tanah air. Melihat itu semua, sangat mengherankan jika kini
PDIP seperti kehilangan jati diri.
Kegoyahan PDIP tampak dari beberapa kejadian.
Pertama, soal DPR tandingan. Ini sudah berlalu, tentu saja. Tapi saat
itu kelihatan PDIP terlihat bukan sebagai pemenang Pemilu. Bersama
sekutunya seperti PKB, Nasdem, dan Hanura, legislator dari PDIP ngotot
membuat DPR tandingan karena merasa tidak terwadahai dalam struktur
kepengurusan di DPR.
Kedua, pecalonan BG sebagai Kapolri dan penangkapan
ketua KPK Bambang Wijajanto. Respon masyarakat terutama pendukung
Jokowi saat Pilpres terlihat begitu jelas. Beberapa tokoh LSM dan
akademisi ramai-ramai menyalahkan Jokowi.
Banyak dari tokoh tersebut mempertanyakan komitmen
Jokowi dalam pembarantasan korupsi dan semua janji manis yang pernah
dilontarkannya. Semakinn parah, sebab saat itu Jokowi tampak seperti
petugas partai daripada seorang Presiden yang menerima mandat dari
rakyat. Jokowi dan PDIP menjadi bulan-bulanan media maistream dan media
sosial. Menghadapi serangan bertubi dan seperti tak ada habisnya itu,
respon PDIP tampak sangat konyol dan di bawah standar.
Ketiga, interpelasi dan opsisi terhadap Jokowi.
Aneh karena ternyata isu ini datang dari internal PDIP yang notabene
partai pendukung Jokowi. Meski, tentu saja, elit PDIP yang lain
menyangkal isu ini.
Kegamangan PDIP pada akhirnya tak bisa dilepaskan
dari sikap dan perilaku politisi PDIP sendiri. Mereka seringkali
menampilkan diri sebagai antitesis dari PDIP semasa kampanye dan
pencalonan Jokowi sebagai presiden.
Sekadar mengingatkan, saat sebelum pemilihan
presiden PDIP dianggap partai yang bisa mengobati semua kekecewaan
publik terhadap partai politik. terlebih ketika PDIP berani mencalonkan
Jokowidodo yang saat itu dipuja-puja seantero negeri.
Sikap dan penampilan PDIP ternyata bertolak
belakang setelah PDIP berkuasa. kabinet kerja ternyata diisi orang-orang
partai yang kualifikasinya tidak jelas. Tapi saat itu langkah Jokowi
masih dimaklumi, sebab ada juga menteri yang punya rekam jejak bagus.
Berikutnya, Jokowi yang tentu saja didukung PDIP
mengajukan Jaksa Agung yang berasal dari Nasdem. Padahal banyak yang
berharap posisi Jaksa Agung dijabat profesional nonpartai.
Pertimbagangannya, tidak terjadi konflik kepentingan ketika terjadi
kasus menyangkut politisi yang memang rutin terjadi. Banyak yang
beranggapan langkah Jokowi hanya didasari oleh alasan kedekatannya
dengan Surya Paloh.
Terakhir pencalonan Budi Gunawan sebagai kapolri.
Untuk sementara Jokowi bisa bernafas lega. Langkahnya membatalkan
pencalonan BG sebagai Kapolri diangap sudah sesuai jalur. Namun,
langkahnya yang tak tegas mengatasi konflik KPK-Polri dan membiarkan
KPK, lembaga yang mendapat simpati publik, lumpuh terus membuatnya
terpojok.
Di internal PDIP sendiri suara untuk Jokowi tidak
atau belum pasti. Ada yang mengatakan tegas mengawal Jokowi. Tapi banyak
yang bilang akan mengajukan interpelasi terhadap Jokowi yang batal
melantik BG (lihat). Sikap PDIP ini sangat merugikan. PDIP akan diingat sebagai partai yang tidak serius memberantas korupsi.
Akhirnya, tak ada cara lain bagi PDIP agar tetap
mendapat simpati publik kecuali kembali pada garis perjuangannya seperti
membela wong cilik, serius terhadap terhadap pemberantasan
korupsi, dan mendukung langkah-langkah Jokowi yang prorakyat. Jika
tidak, bersiaplah-siaplah untuk kembali berpuasa pada 2019 mendatang.
Sumber : http://politik.kompasiana.com/2015/02/24/langkah-gontai-pdip-725896.html
Langganan:
Postingan (Atom)